Coretan pena ini dipersembahkan untuk semua pecinta sastra dan seseorang yang memberikan inspirasi di setiap karyaku yang masih sangat jauh dari kata sempurna ♡ - Selamat membaca :)

Senin, 16 November 2015

November Rain

NOVEMBER RAIN
by Melin
Genre : romance,friendship,etc
Selamat Membaca :)







"Saat-saat yang paling kutunggu adalah kamu mengucapkan Selamat Ulang Tahun dan Mendo'akanku. Tapi ternyata kamu tidak muncul dimana pun hingga harinya berakhir. Apa kamu sangat sibuk? Kuharap kamu tidak lupa tahun depan.."
Lamunan Yuna terpecah saat seseorang datang menghampirinya. Seorang laki-laki bertubuh atletis itu mendekat dengan seribu tanya di benak Yuna. Siapa dan mau apa dia?
"Hei.. tidak baik berlama-lama disini. Apa kamu tidak sadar jam berapa sekarang? Jam kuliah sudah berakhir dua jam lalu."kata laki-laki itu.
"Aku.. hanya sedang mengerjakan tugas."jawab Yuna sekenanya.
"Tugas apa yang kamu kerjakan hanya dengan menggenggam ponsel dan memangku buku sambil melamun? Sudahlah. Cepat pulang dan buang jauh-jauh patah hatinya."tambah laki-laki itu lagi.
"Siapa kamu? Tidak usah sok tau tentang aku."jawab Yuna sedikit ketus karena merasa lamunanya terganggu.
"Itu hanya terlihat jelas kalau kamu memang sedang sakit hati. Dasar aneh. Aku cuma mengingatkan saja kok."kata laki-laki itu datar sambil berlalu pergi.
"Uhh!! Disaat aku sensi begini kenapa harus ada orang aneh dan sok peduli sih?"gerutu Yuna yang akhirnya pergi meninggalkan kampus.
***
Tangis Yuna benar-benar pecah setelah melihat Tatsuya bersama seorang perempuan cantik di taman kampus. Mereka terlihat sangat akrab sambil ngobrol ringan dengan seabrek kertas dihadapan mereka.
"Ini ya yang membuatmu berubah, Tatsuya-kun? Bahkan pesan dan telepon yang seharusnya dijawab pun kau abaikan.."gumam Yuna sambil  mengurungkan niatnya pergi ke taman. Dia hanya terduduk lesu di meja baca di perpustakaan sekarang. Lagi-lagi Yuna meneteskan air matanya.
"Tatsuya-kun kenapa jadi seperti ini? Kemana Tatsuya yang sangat peduli padaku?"teriak Yuna dalam benaknya. Tangis Yuna terhenti setelah mendengar suara seseorang disebelahnya.
"Jangan nangis di sini dong.. Aku sangat terganggu." kata orang disebelahnya sambil menengok ke meja baca tempat Yuna terduduk. Dia yang baru sadar disebelahnya ada orang langsung menghentikan tangisnya dan meminta maaf. Tapi dia kaget saat melihat orang yang memprotesnya adalah orang yang kemarin mengingatkannya pulang saat Yuna menangis karena Tatsuya. Keduanya sama-sama kaget saat tau mereka pernah bertemu sebelumnya.
"Oh. Kamu lagi?"tanya Yuna meyakinkan.
"Oh masih sakit hati ternyata."kata laki-laki itu sambil kembali fokus dengan buku di hadapannya. Yuna yang mendengarnya mendengus kesal dan kemudian pergi ke kantin. Lagi-lagi dia melihat Tatsuya. Kali ini dia sedang berkumpul dengan teman-temannya. Tatsuya melihat Yuna tapi kemudian kembali mengobrol dengan teman-teman. Membuat Yuna semakin jengkel saja. Dia mengurungkan niatnya untuk makan dan menuju ruang kuliah sahabatnya, Shiori dan Akemi. Dengan wajahnya yang tak bersemangat dia mulai menceritakan kesedihannya.
"Aku akan menyerah dengan perasaanku yang berlebihan ini. Aku tak sanggup lagi mempertahankan ini semua. Aku akan berhenti mengejar Tatsuya."ungkap Yuna mulai menangis. Kali ini keras sekali sampai seisi kelas tertuju pada Yuna. Akemi dan Shiori langsung membungkam mulut sahabatnya dan mengatakan pada mereka bahwa itu bukan apa-apa. Yuna mulai mengecilkan volume tangisnya.
"Heh?? Bagaimana bisa kamu menyerah di pertengahan?" tanya Akemi.
"Benar. Apalagi kamu sudah memulai misi ini semenjak kelas 2 SMA. Pikirkan sekali lagi."tambah Shiori meyakinkan.
"Aku tidak mau lagi. Tatsuya hanya mempermainkan perasaanku. Dia hanya pura-pura menyukaiku."ucap Yuna yang sesekali memghapus air mata.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Ada apa dengan Tatsuya?"tanya Shiori penasaran.
"Tatsuya-kun tidak mau melihatku lagi. Dia bahkan acuh saat melihatku. Dia juga tidak mengingat hari ulang tahunku."jawab Yuna dengan kecewa.
"Sepertinya kamu salah langkah. Apa yang kamu katakan sebelumnya hingga dia acuh? Apa maksudnya kalau dia juga pernah bilang dia menyukaimu?"tanya Akemi yang ikut terbawa emosi.
"Aku tidak tau. Aku hanya tidak bisa berhenti mencintainya."jawab Yuna jujur.
"Apa tidak sebaiknya kamu temui dia langsung dan menayakan hubungan kalian?"usul Shiori.
"Entahlah.. Dia selalu sibuk dengan kegiatan klubnya."jawab Yuna sambil menopang dagunya dan berwajah murung.
***
Sore itu seusai jam kuliah Yuna tidak sengaja bertemu Tatsuya yang berjalan menuju ke arahnya. Tapi ternyata dia hanya lewat tanpa melirik Yuna sedikitpun. Membuat Yuna bingung dan mulai mengekor di belakangnya.
"Tatsuya-kun apa yang terjadi? Apa yang salah ? Kenapa kamu seperti ini?"tanya Yuna sambil terus berjalan dibelakang Tatsuya.
"Tidak ada yang salah. Memangnya ada apa?"jawab Tatsuya enteng.
"Kamu.. bukankah kamu bilang kamu menyukaiku. Tapi kenapa kamu jadi diam padaku?"tanya Yuna dengan nada tertekan.
"Ya.. Aku menyukaimu. Aku hanya sedang sibuk, dan kamu tau."tegas Tatsuya.
"Tapi kenapa Tatsuya tidak mau bicara padaku?"tanya Yuna kurang puas dengan jawaban Tatsuya.
"Sudah kubilang aku sibuk. Apa tidak cukup jelas?"jawab Tatsuya kesal.
"Aku hanya khawatir.. Karena aku menyukai  Tatsuya."jawab Yuna yang tidak tahan lagi membendung air matanya.
"Aku hanya bilang aku menyukaimu. Apakah ini membuatmu salah paham?"tanya Tatsuya memperjelas.
"Aku pikir kamu tidak melupakan janjimu agar aku menjadi dekat denganmu lebih dari temanmu. Aku berusaha untuk Tatsuya-kun hingga aku yakin akan perasaanku yang makin tumbuh padamu.Tapi kenapa kamu jadi seperti ini?"tanya Yuna yang hatinya jadi kalut.
"Hal yang aku perkirakan benar terjadi. Seolah aku memberikan harapan palsu untukmu. Tidak kah kamu bisa melihat situasi?"papar Tatsuya.
"Aku tidak pernah berfikir kamu memberiku harapan palsu. Aku hanya tidak mau diperlakukan asing oleh Tatsuya seperti ini. Setidaknya jawablah telfonku atau pesanku"ungkap Yuna.
"Baiklah. Aku mengerti. Sekarang carilah orang lain yang bisa meluangkan waktu lebih banyak untukmu. Lupakan saja janjiku jika itu hanya membuatmu khawatir dan menjadi alasan setiap kamu menangis."jawab Tatsuya yang kali ini sudah mulai meninggikan suaranya.
"Bukan begitu. Aku hanya ingin kamu seperti biasanya meskipun sangat sibuk. Tolong jangan bilang seperti ini. Aku sangat mencintaimu."pinta Yuna yang kini menangis.
"Jangan pernah mencintai berlebihan. Sekarang buang saja cintamu jika hanya membuat hidupmu menderita. Jangan mencintaiku lagi. Bukankah aku kejam karena mengabaikanmu?"kata Tatsuya yang mulai tidak dapat mengontrol emosinya.
"Tolong jangan seperti ini. Aku..."suara Yuna terpotong oleh kata-kata Tatsuya.
"Aku sudah selesai bicara."sanggah Tatsuya yang melenggang pergi dengan emosi yang masih membakarnya.
Yuna tidak dapat menahan Tatsuya untuk mendengarkan penjelasaannya. Dia berusaha tegar dan menahan airmata.
"Apa? Apa yang barusan dikatakan Tatsuya-kun padaku? Apakah selama ini aku salah paham kalau dekat lebih dari temannya berarti aku harus menjadi pacar Tatsuya? Ah! Aku sungguh bodoh. Bukankah sahabat adalah hubungan yang lebih dari teman? Dan kini aku tak lagi bisa menjadi apa pun darinya? Aku sudah terlanjur dibenci kan oleh Tatsuya?"gumam Yuna sambil berlalu pergi dengan segenap pertanyaan dan kekesalan pada dirinya yang terlalu bodoh memahami perasaan Tatsuya.
Yuna langsung pulang ke rumahnya dengan perasaan kacau. Dia hanya mengurung dirinya di kamar dengan sebuah gadget yang sedang serius dihadapnya. Entah apa yang dia lakukan untuk mengatasi suasana hatinya yang tiba-tiba menjadi sangat down. "Ya. Ini memang hanya kebodohanku. Aku terlalu bodoh untuk menilai kebaikan dan perasaan Tatsuya. Sekarang berakhir sudah aku dan Tatsuya. Bahkan sekarang aku tak bisa lagi menjadi temannya karena dia telah membenciku."gumam Yuna dalam hati seraya memejamkan mata menahan sakit di dadanya.
***
Yuna tak bersemangat sedikitpun untuk mengikuti jam kuliah hari ini. Bahkan dengan 2  sahabatnya pun dia tidak seceria dan secerewet biasanya. Yuna hanya bilang suasana hatinya sedang jelek. Saat di kantin pun Yuna lebih konsen dengan makanannya dan selalu makan dengan porsi lebih banyak dari biasanya yang serba pedas. Shiori dan Akemi yang melihatnya hanya bisa geleng kepala saat melihat Yuna makan dengan sangat cepat dengan porsi besar. Mereka tau Yuna sedang stres dan membiarkannya melampiaskan dengan makanan daripada harus melihat sahabatnya menangis.
Saat pulang kuliah pun dia tidak bergabung dengan sahabatnya dan teman-teman yang lain. Yuna memilih pulang sendirian. Tidak lama kemudian sampailah Yuna di taman dekat komplek rumahnya. Dia hanya terduduk dengan tatapan nanar. Dalam hatinya dia masih bersedih dengan kata-kata Tatsuya kemarin. Dengan sangat hati-hati dia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah diary miliknya kini mulai dibukanya lembar demi lembar. Dan mulai basahlah diary itu dengan air mata beningnya.
"Selama ini.. aku hanya memiliki perasaan yang berlebihan padamu, ya? Bahkan kau sampai menjauh gara-gara aku mencintaimu. Bahkan kamu marah saat aku menanyakan apa yang terjadi padamu. Ya. Aku memang hanya perempuan tidak peka saat menilai kebaikanmu. Yang salah paham untuk mencintaimu. Sungguh jika ini hanya membuat kita semakin jauh aku tak akan melakukan ini semua. Biar bagaimana pun kamu adalah orang yang baik. Dan aku hanya tidak bisa menahan rasa yang tumbuh setiap harinya. Aku tidak tau apa alasan aku memilihmu. Aku hanya mencintaimu dan berharap kamu juga mencintaiku. Tapi ternyata kamu justru membenciku karena ini. Aku tidak menyangka aku bisa jatuh hati pada orang yang tidak menghargai perasaanku sama sekali. Aku sudah menyerah dengan kerasnya hatimu. Hanya saja aku sok kuat dengan perasaanku. Dan jika tanpaku kamu akan bahagia, aku rela mengorbankan perasaan ini. Tapi kumohon jadikanlah aku temanmu. Setidaknya aku tenang jika cintaku ditolak secara baik meski harus patah hati. Semoga kamu akan jauh lebih bahagia tanpaku.."gumam Yuna panjang lebar dalam hatinya seraya mengunci diary itu rapat-rapat dan melemparkan kunci diarynya jauh-jauh.  Tidak lama kemudian Yuna sudah memasukkan diary itu ke dalam tasnya dan beranjak pergi. Mulai saat ini Yuna berusaha melepas perasaannya pada satu-satunya laki-laki yang dicintainya. Dengan bekas sembab dimatanya Yuna berusaha tersenyum kembali dan bertekad bangkit dari keterpurukannya setelah patah hati. "Aku berhak bahagia"ucap Yuna dengan senyum tipis di bibirnya.
***
Semenjak hari penguncian diary, Yuna jadi sangat berubah. Dia lebih sibuk belajar dan menghabiskan waktu luangnya bersama teman dan sahabatnya. Bahkan dia sudah ceria kembali dan sekarang Yuna lebih memperhatikan penampilannya agar terlihat lebih feminim. Sebelumnya Yuna memang memiliki penampilan yang polos dan masih terkesan seperti anak SMA.
***
Di suatu sore saat libur kuliah, Yuna sedang sibuk di kamarnya  mengemasi foto-foto kenangan bersama Tatsuya-kun. Tak lupa ia menaruh diary yang telah terkunci bersama foto-foto itu dalam satu kotak dan menaruhnya di lemari paling bawah. "Semua ini sudah berlalu. Dan aku harus tetap bahagia tanpanya."ucap Yuna tersenyum.
Karena berniat memodifikasi kamarnya, Yuna butuh pernak-pernik dan stiker. Dia bergegas menuju toko accessoris langganannya. Dengan santai Yuna berjalan sambil bernyanyi kecil. Langit sudah agak mendung. Di tengah perjalanan tiba-tiba hujan turun. Yuna yang tidak membawa payung  bergegas meneduh di bawah pohon. Dia menggerutu akan prediksinya yang yakin bahwa hujan tak akan turun secepat ini. Ternyata disana ada seseorang  yang berteduh juga.
"Mau ikut denganku?"tanya seseorang di sebelahnya    yang kemudian membuka topi jaketnya.  Yuna yang seketika menoleh dan menjadi kaget saat melihat laki-laki disebelahnya.
"Kau? Lagi?"tanya Yuna meyakinkan. Laki-laki disebelahnya hanya menengok dengan ekspresi datar.
"Bukankah kau yang waktu itu protes di perpustakaan? Apa yang sedang kamu lakukan disini?"tanya Yuna berselidik.
"Hujan semakin deras. Kamu mau ikut atau tetap kehujanan disini?"tanya laki-laki itu mengalihkan pembicaraan sambil mengangkat payungnya dan akan beranjak pergi. Yuna yang memang tidak punya pilihan lain akhirnya memilih ikut dengan laki-laki itu. Yuna yakin dia bukan orang jahat dan hanya sedikit dingin. Dia berjalan disampingnya, dibawah payung yang dipegang laki-laki itu.
"Ngomong-ngomong siapa namamu? Bukankah ini bukan kali pertama kita bertemu?"tanya Yuna penasaran.
"Haruskah kita berkenalan, Yuna-san?"ucap laki-laki itu bertanya balik.
"Ehh?? Bagaimana kau tau namaku?"tanya Yuna kaget.
"Tidak penting. Sekarang kamu mau pergi kemana? Biar ku antar."kata laki-laki itu mengalihkan pembicaraan.
"Ah. Mungkin kamu adalah pengagum rahasiaku kan? Makanya diam-diam kamu memperhatikanku."tebak Yuna kepedean.
"Mana mungkin. Apa yang harus kukagumi dari orang cengeng. Aku hanya mendengar teman-temanmu ribut saat kamu menangis."jawab laki-laki itu kesal.
"Ah itu sangat memalukan. Maaf pasti membuatmu terganggu."ucap Yuna malu-malu.
"Sangat terganggu."jawab laki-laki itu menegaskan. Yuna hanya bersungut-sungut mendengar jawaban itu. Sampailah laki-laki itu di depan sebuah toko. Yuna hanya bisa kaget saat tau ini adalah toko yang akan didatanginya.
"Bagaimana kamu tau aku mau kesini?"tanya Yuna heran.
" Aku akan membeli sesuatu di sini. Oh iya namaku Ryuichi."kata laki-laki itu sambil melipat payung dan bergegas ke toko bersama Yuna. Setelah memilih dan membayar barang yang di inginkan mereka keluar dengan barang bawaan masing-masing.
"Apa kita harus minum di cafe sambil menunggu hujannya reda?"tawar Ryuichi pada Yuna yang mulai kedinginan.
"Tidak. Terimakasih. Aku akan langsung pulang."tolak Yuna atas tawaran Ryuichi.
"Kalau begitu akan kuantarkan sampai rumah."tawar Ryuichi.
"Bagaimana ya? Aku tidak mau merepotkan. Lagipula rumahku tak jauh dari sini.Aku bisa menunggu hujannya reda."jawab Yuna bingung karena merasa merepotkan orang yang baru dikenalnya.
"Baiklah. Aku akan pergi duluan. Kamu pakai saja payung ini."kata Ryuichi sambil memberikan payungnya  untuk Yuna. Dia memgenakan kembali topi jaketnya untuk melindungi kepala dari guyuran hujan dan pergi. Yuna bengong dengan sikap Ryuichi. Di sisi lain dia tidak enak hati karena Ryuichi malah pergi menerobos hujan.
"Ryuichi-kun.. Tunggu!"panggil Yuna yang kemudian mengejarnya dibawah hujan. Ryuichi yang mendengar namanya dipanggil berhenti dan heran Yuna malah menyusulnya.
"Aku pulang sekarang saja. Tolong antarkan aku."pinta Yuna sambil memberikan payung pada Ryuichi.
"Sangat labil. Semua perempuan memang sama."jawab Ryuichi kesal. Yuna hanya tersenyum malu.
"Aku tidak mau Ryuichi-kun sakit gara-gara menolongku."kata Yuna membela diri.
"Aku tidak selemah itu."jawab Ryuichi dingin. Yuna tak bisa mengelak lagi dan diam. Mereka kemudian berjalan berdampingan. Hujan semakin deras membuat mereka kembali berteduh di halte yang mereka lewati.
"Sudah kubilang pakai saja payung ini dan pulang. Beginilah jadinya."sesal Ryuichi yang melihat baju Yuna basah karena hujan..
"Tapi kamu juga akan kehujanan jika tidak memakai payung. Supaya adil tidak apa-apa seperti ini."jawab Yuna meyakinkan keputusannya tidak fatal. Padahal dia mulai menggigil karena baju yang dikenakannya sudah basah. Ryuichi melihatnya dan berinisiatif melepas jaket tebalnya untuk Yuna.
"Aku tidak mau berurusan terlalu panjang jika kamu demam karena kedinginan. Pakailah. setidaknya bagian dalam jaket ini bisa menghangatkanmu."kata Ryuichi sambil menyelimutkan jaketnya untuk Yuna dan mengajaknya berjalan kembali. Setelah mengantar sampai depan rumah Yuna, Ryuichi langsung pulang . Yuna mengucapkan terimakasih pada Ryuichi dan masuk ke rumahnya.
***
Malam harinya Yuna mulai memodifikasi dinding kamarnya dengan bingkai foto dan stiker dengan dominan warna pink dan krem. Setelah menghias dinding dengan stiker anime kesayangannya, memajang foto-foto baru dengan sahabat-sahabatnya dan juga segala hal yang berkaitan dengan hobinya, kini dia mulai mengganti posisi meja belajar dan tempat tidurnya senyaman mungkin. Buku dan segala alat tulisnya juga dia atur serapi mungkin. Beberapa jam kemudian semuanya beres. Yuna terbaring sambil melihat suasana kamarnya menjadi lebih elegan. Suara ponsel mengagetkan Yuna saat dia masih terbawa suasana kamarnya. Yuna mencari-cari sumber suara itu karena jelas bunyi ponselnya berbeda dari miliknya. Suara itu datang dari jaket milik Ryuichi yang dipinjamkannya tadi sore. Yuna mencarinya di saku jaket dan benar saja ada panggilan masuk di ponsel itu. "Panggilan dari Me? Apa itu nomor Ryuichi yang lain?"kata Yuna yang masih ragu. Tapi akhirnya dia mengangkat telfon. Terdengar suara Ryuichi dari seberang telfon. "Apa kamu terbangun karena telfonku?"tanya Ryuichi menyelidik.
"Tidak. Aku belum tidur. Maaf aku baru sadar ponselmu ada disini."kata Yuna merasa bersalah karena tidak mengecek saku jaket sebelum menggantungnya tadi sore.
"Sudahlah. Aku juga lupa mengambilnya waktu mengantarmu. Aku akan mengambilnya besok. Mengerti?"tanya Ryuichi lega.
"Iya. Aku mengerti."sahut Yuna meyakinkan. Tidak lama kemudian Ryuichi menutup telfonnya.
 Yuna meletakkan ponsel Ryuichi di tempat tidurnya. Dia masih bertanya-tanya. "Kenapa aku jadi berdebar mendengar suara Ryuichi ya? Apa yang salah? Apa mungkin aku menyukainya? Ah tidak. Tidak benar. Aku hanya teman barunya. Tapi.. kenapa Ryuichi-kun peduli padaku ya?"gumam Yuna sambil memandang jaket Ryuichi.


~Bersambung..



#Writter's Note
Hai minna-san.. Selamat datang di blogku  :)
Aku lagi suka jejepangan jadi kucoba pake nama tokoh berbau negeri sakura itu ^_^
Gomen kalo ada banyak kekurangan yaa..
Ditunggu kritik dan sarannya ^_^
~Melin

3 komentar:

  1. すごいい。。。 keren.ceritanya.. ditunggu lanjutannya

    BalasHapus
  2. すごいい。。。 keren.ceritanya.. ditunggu lanjutannya

    BalasHapus
  3. terimakasih... ^_^
    part 2 dan part 3 udah dipublish.. selamat membaca :)

    BalasHapus