November Rain (Part 2)
by : Melin
"Tidak masalah untuk merelakan CINTA yang telah lama mati.."
Malam semakin larut. Yuna kini sudah merebahkan dirinya di tempat tidur dan mulai memejamkan mata. Pikirannya masih terpaku pada sosok baru dalam hidupnya yang dianggapnya terlalu cepat masuk kedalam hatinya. Bahkan Yuna tidak merasa terganggu dengan adanya Ryuichi. Dia justru nyaman berteman dengannya. Entahlah dia sebenarnya baik atau menyebalkan.
Baru saja mau mengarungi dunia mimpi, tiba-tiba ponsel Ryuichi berdering kembali membuatnya kaget. Panggilan dari kontak bernama Asami. Yuna tidak berani mengangkatnya karena itu bukan ponselnya. Dia hanya memegangi dan melihat ponsel itu tanpa berani mengutak atiknya. Berkali-kali nama Asami muncul di ponsel itu untuk menelepon dan mengirim pesan, membuat Yuna jengkel karena tidak bisa tidur nyenyak. "Siapa sebenarnya Asami itu? Apa dia pacar Ryuichi-kun? Bahkan selarut ini masih saja menelepon. Menganggu saja."gerutu Yuna kesal. Alhasil dia mensilent ponsel itu dan tidur kembali.
***
Siang itu Ryuichi datang ke rumah Yuna. Ibu memanggil Yuna yang masih sibuk di kamarnya. Yuna menemui Ryuichi dengan membawa ponselnya. Setelah menyajikan minuman untuk mereka ibu pun kembali ke dapur dengan senang. Kini putrinya bisa melupakan Tatsuya dan mulai mempunyai teman baru.
Yuna memberikan ponsel itu kepada Ryuichi. Yuna sempat memprotes dengan panggilan dan pesan yang berkali-kali masuk dengan nama yang sama.
"Semalam pacarmu menelepon berkali-kali. Tapi aku tidak mengangkat telfonnya. Aku takut salah paham."kata Yuna membuka percakapan. Ryuichi hanya diam, sibuk mengecek isi ponselnya.
"Apa yang Ryuichi-kun lakukan di hari libur ini?"tanya Yuna basa-basi untuk memecah keheningan diantara mereka.
"Mengerjakan projek kuliah."jawab Ryuichi singkat. Matanya masih tertuju pada ponselnya sedangkan tangannya sibuk mengetik.
"Ah bahkan aku belum mengerjakan tugas sedikitpun. Jurusan sastra memang harus terbiasa dengan buku tebal ya.."ungkap Yuna tidak bersemangat.
"Dasar aneh. Kalau begitu kenapa dulu kamu memilih jurusan sastra."kritik Ryuichi.
"Entahlah. Aku tidak punya pilihan lain saat itu. Aku suka sastra. Aku hanya tidak kuasa bertemu buku-buku tebal."jawab Yuna malu. "Sama seperti seseorang."kata Ryuichi dengan wajah datar.
"Siapa yang kamu maksud sama?"tanya Yuna penasaran.
"Jurusan sastra yang malas membuka buku teori tebal. Tapi dia mampu membaca novel setebal buku teori itu."ungkap Ryuichi.
"Apa dia punya banyak koleksi novel? Aku ingin berkenalan dengannya."kata Yuna kegirangan.
"Sangat banyak novel. Hubungi saja nomor ini dan bilang kamu teman Ryuichi."jelas Ryuichi. Yuna langsung mencatat nomor yang ditunjukkan Ryuichi ke ponselnya.
"Apa aku tidak mengganggu waktunya?"tanya Yuna ragu.
"Bukankah perempuan akan ambisius jika bertemu dengan orang yang punya hobi sama?"kata Ryuichi meyakinkan. Yuna mengangguk paham dan tersenyum. Setelah itu Ryuichi berpamit pulang.
***
Beberapa hari kemudian Yuna menghubungi nomor yang diberikan Ryuichi. Dengan penuh antusias Yuna menelepon dan berkata ingin berkunjung ke rumahnya sekalian bertukar novel nantinya. Tidak disangka orang yang menyebut dirinya Ayumi memperbolehkan untuk berkunjung hari itu juga. Yuna segera bersiap dan memasukkan beberapa novel koleksinya ke dalam tas. Setelah berpakaian rapi dia pun langsung menuju rumah Ayumi yang ternyata lumayan dekat.
Sampailah dia di depan gerbang rumah tujuan. Sebuah rumah yang cukup besar dengan aneka tanaman mawar yang sangat terawat. Terlihat seorang perempuan sebaya Yuna membuka pintu rumah. Dia langsung menemui Yuna saat menyadari keberadaannya. Perempuan cantik dengan gaya pakaian elegan dan bertubuh tinggi itu menyambut kedatangan Yuna dengan sangat ramah dan mengajak masuk rumahnya. Sangat sepi untuk rumah sebesar itu. Tidak banyak basa-basi Ayumi langsung mengajak Yuna menuju kamar miliknya yang cukup luas. Yuna terkesima melihat banyak novel berjejer rapi di rak buku kamar itu.
"Ah senangnya pecinta novel berkunjung kerumahku. Pasti liburanku jadi seru. Yuna-chan bisa main kesini kapan saja. Anggap saja ini kamar sendiri."sambut Ayumi dengan ceria. Yuna hanya tersenyum. Dia tidak menyangka Ayumi-san sebaik itu. Ayumi langsung meminta Yuna mengeluarkan novelnya dan menyilahkan Yuna memilih novel koleksinya. Mereka langsung akrab dan sangat antusias membahas isi novel yang mereka baca.
"Apakah kamu dekat dengan Ryuichi sejak lama?"tanya Ayumi.
"Baru beberapa hari ini. Tapi aku pernah melihatnya beberapa bulan lalu di kampus."jawab Yuna yang masih membuka-buka halaman novelnya.
"Apa? Kalian satu universitas dan baru saling kenal sekarang?"tanya Ayumi kaget. Yuna hanya mengiyakan dan tertawa.
"Seandaiya aku dulu magang di universitas kalian. Pasti aku adalah dosenmu."kata Ayumi tersenyum ke arah Yuna.
"Eh? Ayumi-chan seorang dosen?"tanya Yuna kaget. Dia mengira Ayumi masih seorang mahasiswa.
"M-hm. Baru satu tahun aku jadi dosen. Di jurusan sastra seperti kamu. Jadi bila ada kesulitan tentang kuliahmu, tanya saja padaku. Aku siap membantumu."jawab Ayumi bangga.
"Ya. Aku pasti butuh pertolongan. Apalagi aku sangat pusing jika membaca buku teori yang tebal.Tapi bagaimana Neechan tau kalau aku mahasiswa sastra?"tanya Yuna heran.
"Ryuichi yang memberitau. Dia bilang ada perempuan yang kebiasaannya sama denganku. Jadi aku meminta dia menceritakan siapakah kamu. Adikku selalu tau aku kesepian jika disini. Jadi dia mencarikanku teman."jawab Ayumi sambil tertawa.
"Jadi.. Ryuichi adalah adik Neechan?"tanya Yuna kaget.
"Apa dia tidak mengatakan kalau aku adalah kakaknya? Selalu begitu."kata Ayumi sedikit kecewa.
"Tapi Ryuichi-kun bilang kalau Neechan sangat baik dalam membaca."kata Yuna menghibur.
"Begitukah? Adikku memang tidak pandai menceritakan kebaikan orang. Tapi sebenarnya dia peduli. Apa Yuna-chan tidak tertarik untuk jadi pacarnya?"goda Ayumi yang membuat muka Yuna langsung memerah.
"Mm.. aku hanya temannya kok. Tapi kupikir Ryuichi memang teman yang baik."jawab Yuna gugup.
Yuna berkata dalam hati dan menggerutu heran. "Apa yang sebenarnya dipikirkan Ayumi sampai mempromosikan adiknya sendiri?"
"Aku tidak tau persis perempuan seperti apa yang jadi pacarnya Ryuichi. Tapi kamulah perempuan pertama yang datang kerumah ini."kata Ayumi jujur. Yuna yang mendengarnya jadi heran.
"Oh. Beberapa hari yang lalu ponselnya tertinggal di rumahku. Dan ada banyak sekali panggilan masuk dari seseorang bernama Asami. Mungkin dia pacar Ryuichi."kata Yuna sambil tertawa.
"Aku tidak pernah mengenal yang bernama Asami. Apalagi sampai main ke sini. Mungkin dia hanya fans Ryuichi saja."tebak Ayumi yang kini sibuk membuka novel koleksi Yuna. Keduanya saling bercanda dan tertawa sampai tidak menyadari ada seseorang di depan pintu kamar.
"Bisakah kalian mengecilkan volume tertawa kalian? Aku akan sangat terganggu jika suasana segaduh ini ."protes orang yang tak lain adalah Ryuichi.
"Sejak kapan Ryu-chan pulang?"tanya Ayumi pada adiknya.
"Baru saja."jawab Ryuichi singkat. Dia baru saja ke supermarket membeli beberapa makanan ringan. Dia kemudian memberikan softdrink yang baru saja dibelinya untuk Ayumi dan Yuna.
"Senang bertemu lagi Ryuichi-kun."sapa Yuna saat Ryuichi menyodorkan softdrink. Dia hanya tersenyum kecil.
"Aku akan mengerjakan projekku. Jadi aku butuh ketenangan."kata Ryuichi dengan wajah datar kemudian masuk ke kamarnya yang bersebelahan dengan Ayumi.
Beberapa jam kemudian Yuna pamit pulang. Ayumi mengantarkan sampai halaman depan dan berpesan untuk sesering mungkin main ke rumahnya.
"Apa yang terjadi dengan dua orang itu ya? Kenapa Ryuichi tidak bilang dari awal jika Ayumi adalah kakaknya. Sedingin itukah dia hingga tidak mau menceritakan kakaknya yang sebaik itu. Kenapa Ryuichi yang tidak pernah mengajak pacarnya kerumah malah membiarkan aku datang ke rumahnya? Padahal aku hanya teman barunya. Apa yang dipikirkan Ryuichi tentang aku ya?"gumam Yuna bertanya-tanya dalam hatinya sepanjang perjalanan pulang.
***
Hujan turun dengan deras selepas pukul 6 sore. Yuna masih bersama Shiori dan Akemi. Mereka masih enggan untuk pulang dan memilih duduk di balkon kelas sambil ngobrol ringan.
"Aķu akan menunggu Kinouse. Sebentar lagi dia akan menjemputku."kata Shiori yang sibuk berbalas chatting.
"Takumi-chan juga sebentar lagi menjemputku."ujar Akemi yang barusan menerima telepon.
"Lalu aku dengan siapa?"kata Yuna tidak bersemangat.
"Kalau begitu ikut denganku saja."hibur Shiori seraya meletakkan tangannya di bahu Yuna.
"Tidak mau. Apa aku harus jadi saksi bisu ditengah keberadaan kamu dan Kinouse senpai?"tolak Yuna sambil tertawa.
"Berbahagialah kalian berdua yang cintanya terbalas. Dan bisa bersama dia sampai saat ini."kata Yuna mengenang perjuangan saat mereka mengejar cinta mereka dan saling support. Mereka tertawa. Tapi Shiori dan Asami langsung diam. Mereka sadar Yuna lah satu-satunya yang gagal dalam misi itu. Mereka langsung mengalihkan pembicaraan takut Yuna kembali bersedih dengan masa lalunya.
"Sepertinya hujan semakin deras. Ayo kita turun dan pergi ke kantin mencari minuman hangat."ajak Akemi sambil menarik tangan Yuna dan Shiori. Setengah jam kemudian Takumi-kun datang menjemput Akemi. Setelah menyapa Yuna dan Shiori dia meminta ijin pulang membawa Akemi.
"Yuna-chan aku juga akan pulang sekarang. Ayo ikut saja denganku."ajak Shiori yang tak tega meninggalkan Yuna sendirian.
"Shiori-chan duluan saja. Aku akan pulang sebentar lagi. Tuh, Kinouse senpai sudah sampai."kata Yuna sambil menunjuk ke halaman depan kampus. Karena Yuna menolak pulang dengannya dan akan pulang sebentar lagi Shiori pamit dan meninggalkan Yuna yang masih menikmati minumannya.
"Ya. Hanya aku saja yang cintanya belum terbalas. Hanya aku yang ditolak dengan sangat menyakitkan."kata Yuna dalam hati.
Setengah jam berikutnya Yuna berjalan keluar kampus menuju halte. Tidak lama setelah itu sebuah bus berhenti. Para penumpang bergegas menaiki bus dan mulai mencari tempat duduk kosong. Tiba-tiba seseorang menarik tangan Yuna sampai dia terduduk di sebelahnya. Yuna kaget saat melihat siapa orang itu.
"Ryu-kun?"tanya Yuna yang masih tidak percaya.
"Duduk di sini saja."jawab Ryuichi datar sepeti biasa. Yuna mengangguk dan membenarkan duduknya.
"Ryu-kun, apakabar? Bagaimana kabar Neechan?"tanya Yuna membuka percakapan.
"Baik. Neechan juga baik."jawab Ryuichi.
"Syukurlah.."kata Yuna lega. Ryu hanya tersenyum tipis. Suasana jadi aneh karena Yuna yang cerewet harus berhadapan dengan orang yang hemat bicara. Bahkan Yuna sempat memggerutu karena Ryuichi selalu acuh dan cuek.
Bunyi petir yang keras membuat Yuna kaget. Dia memejamkan matanya menahan takut. Tangannya bergetar tapi ditahannya dengan menggenggam erat kedua telapak tangannya. Ryuichi melihat ketakutan Yuna. Wajahnya memerah dan berusaha menyembunyikan apa yang sedang dirasakannya dengan tersenyum masam ke arah Ryuichi.
"Apa kamu baik-baik saja?"tanya Ryuichi sedikit khawatir.
"Aku tidak apa-apa. Aku hanya kaget."jawab Yuna berbohong. Dia tidak mau kelihatan takut. Ryuichi pun percaya dan kembali fokus ke ponselnya.
Di pemberhentian berikutnya Yuna turun dari bus dan langsung berjalan di bawah payungnya. Dia baru menyadari Ryuichi juga turun di halte yang sama. Ryuichi berjalan dengan hanya menggunakan jaket. Yuna mengejar Ryuichi.
"Ryu-kun,Tunggu!"teriak Yuna. Setelah dekat dengannya Yuna langsung memayungi laki-laki itu.
"Yuna-san pakai saja payungnya. Aku tidak akan sakit gara-gara kehujanan."kata Ryuichi meyakinkan.
"Tidak bisa. Ryu-kun telah menolongku waktu kehujanan jadi aku harus menolongmu juga."kata Yuna memaksa.
"Bukan karena berbalas budi kan?"tanya Ryuichi menyelidik.
"Aku hanya ingin menolong Ryu-kun."jawab Yuna percaya diri. Ryuichi mencoba menghargai kebaikan Yuna dan mengiyakan. Akhirnya Ryuichi dan Yuna pulang bersama di bawah hujan lagi seperti waktu itu.
Tiba-tiba kilatan petir dan bunyinya yang sangat keras membuat Yuna kaget untuk yang kedua kalinya. Reflek dia berhenti dan memejamkan matanya. Tangannya berpegang sangat erat pada apa pun yang ada didekatnya. Kali ini tangan Ryuichi lah yang dicengkeramnya. Ryuichi jadi bingung dengan sikap reflek Yuna.
"Ada apa denganmu? Apa sebenarnya kamu takut petir?"tanya Ryuichi curiga.
"Aku tidak takut. Aku hanya sangat kaget."bela Yuna yang tidak mau berterus terang. Yuna baru sadar tangannya berpegangan terlalu kuat pada tangan Ryuichi dan langsung melepasnya. Dia meminta maaf atas tindakannya itu. Tapi petir masih saja bergemuruh keras. Membuat Yuna semakin panik. Ryuichi meraih tangan Yuna yang tadi buru-buru dilepaskannya dan menggenggamnya.
"Jangan pernah berbohong padaku. Aku tau kamu takut petir. Ayo cepat buka matamu dan berjalanlah seperti biasa."kata Ryuichi yang tidak mau membuang waktu di bawah guyuran hujan. Tapi yang diajak bicara tak bergeming, masih berdiri mematung dengan tangan bergetar.
"Tidak ada yang perlu ditakutkan. Aku ada bersamamu. Cepat berjalanlah."bujuk Ryuichi. Akhirnya Yuna membuka matanya dan berjalan perlahan. Tangannya berpegang pada tangan Ryuichi yang masih menggandengnya erat sedangkankan tangan kanan Ryuichi memegang payung. Sebenarnya Ryuichi tau Yuna takut petir dari awal saat masih di bus. Hanya saja dia malas untuk mendesak Yuna yang pura-pura kuat. "Kenapa aku jadi berdebar? Padahal bunyi petir kan sudah tidak ada. Dan kenapa aku jadi terdiam begini? Bukankah aku selalu bisa mencairkan suasa. Kali ini kenapa aku tidak bisa? Tangan ini membuatku berdebar."gumam Yuna dalam hati. Matanya masih tertuju pada tangan Ryuichi.
"Maaf. Apa tanganmu sakit?"tanya Ryuichi yang tersadar genggamannya terlalu kuat . Dia lalu melepaskannya.
"Tidak. Aku baik-baik saja."jawab Yuna yang masih menyembunyikan perasaan anehnya.
Tiba-tiba ada sebuah mobil menepi mendekati mereka. Seorang perempuan berambut panjang dengan penampilan glamor sudah terlihat setelah kaca mobilnya terbuka.
"Ryuichi-chan.. Mau ikut denganku? Siapa perempuan disebelahmu?"tanya perempuan yang terlihat mengenal baik Ryuichi. Dia memandang Yuna dengan tatapan tidak senang.
"Dia temanku. Bisa antarkan aku sebentar kan Asami? Dia mendadak mengigil karena kehujanan."kata Ryuichi kepada perempuan yang ternyata bernama Asami.
"Yah. Tadinya aku hanya ingin mengajak Ryichi-chan saja. Tapi sudahlah."jawab Asami memperbolehkan Yuna ikut. "Ryuichi-chan tolong duduk di sampingku. Biar dia yang duduk di belakang kita."kata Asami saat Ryuichi membukakan pintu mobil untuk Yuna. Asami langsung membuka pintu di samping kemudinya. Setelah Yuna masuk, Ryuichi menutup pintunya dan duduk di samping Asami. Perlahan mobil berjalan ke arah rumah Yuna. Sesekali Ryuichi menunjukkan jalan mana yang harus di lewati.
"Ryuichi-chan kemana saja? Aku kira kamu terlibat masalah. Habis kamu tidak pernah menjawab telfonku akhir-akhir ini."tanya Asami penasaran.
"Maaf akhir-akhir ini tugasku padat jadi aku jarang membuka ponselku. Aku juga men'silent'nya."jawab Ryuichi tenang.
"Padahal aku ingin mengajak Ryuichi jalan."kata Asami menyayangkan kesempatannya yang belum terwujud itu.
"Lain kali saja."jawab Ryuichi. Yuna yang sedari tadi mendengar percakapan mereka masih terduduk diam. Pikirannya kembali bertanya-tanya.
"Ini yang namanya Asami? Terlihat sangat berkelas dan sangat cocok dengan Ryuichi. Mereka sangat dekat. Tapi.. kenapa ada yang aneh saat aku melihat Ryuichi dengan perempuan itu? Apa mungkin aku.. Ah tidak mungkin. Tidak boleh. Aku tidak boleh menyukai Ryuichi."gumam Yuna penuh tanya dalam hatinya. Mata dan tangannya berusaha untuk tidak gugup karena menyembunyikan sesuatu.
"Hey! Apa kamu tidak mau turun? Ini sudah sampai rumahmu dan kamu masih tetap diam. Apa yang kamu pikirkan?"tanya Ryuichi yang membuat lamunan Yuna buyar. Dia langsung membuka pintu mobil dan mengucapkan terimakasih pada Asami dan Ryuichi. Tapi Asami hanya menatapnya tajam membuat Yuna tidak enak hati. Dia langsung pamit dan buru-buru masuk rumah. Dia masih menyimpan sesuatu. Perasaan yang tiba-tiba membuatnya tidak tau apa yang harus dilakukannya.
"Apa aku mulai menyukai Ryuichi-kun? Ah tidak boleh. Tapi.. kenapa Ryuichi jadi baik padaku ya..?"gumam Yuna penuh tanya.
Yuna baru saja keluar dari ruang kelas setelah mengikuti dua jam mata kuliah. Dia berjalan santai menuruni anak tangga ingin menuju suatu tempat. Yuna berpapasan dengan Tatsuya-kun yang melangkah menuju ke arahnya. Membuat Yuna heran apa yang akan dia katakan?
"Yuna-chan. Sedang apa disini?"tanya Tatsuya. Ini kali pertama Tatsuya menyapa setelah beberapa bulan yang lalu menolak Yuna.
"Aku sedang menunggu seseorang."jawab Yuna.
"Oh begitu ya. Yuna-chan, aku minta maaf atas kelakuan dan sikapku beberapa bulan lalu. Aku sadar tidak seharusnya dulu aku marah padamu. Ini semua salahku. Maafkan aku, Yuna-chan."ucap Tatsuya tiba-tiba. Yuna bahkan kaget dengan permintaan maaf Tatsuya itu. Tapi dia berusaha setenang mungkin.
"Aku sudah sudah memaafkanmu dari dulu. Jadi tidak usah khawatir."jawab Yuna seraya tersenyum.
"Dan aku tau ternyata apa yang kamu lakukan harus mendapatkan balasannya. Atas perjuanganmu yang sungguh luar biasa untuk mencintaiku. Atas penantianmu yang sangat lama untukku. Aku sadar mencintai adalah hal yang sangat membutuhkan banyak pengorbanan. Aku sudah mengalaminya. Jadi aku tau bagaimana rasanya. Aku tau kamu tulus. Yuna-chan, aku.. "kata-kata Tatsuya terhenti saat seseorang memanggil Yuna beberapa meter dari tempat mereka berdiri.
"Yuna-chan, maaf membuatmu menunggu."kata Ryuichi dari bawah anak tangga sedangkan Tatsuya dan Yuna masih di tengah-tengah anak tangga.
"Ryuichi-kun.."kata Yuna yang menyadari orang yang ditunggu akhirnya datang.
"Maaf. Aku ada janji dengan Yuna-chan."kata Ryuichi yang telah menaiki anak tangga dan menarik tangan Yuna.
"Aku juga sedang ada urusan dengan Yuna-chan."kata Tatsuya tak mau kalah.
"Maaf. Tapi akulah yang membuat janji lebih dulu."tegas Ryuichi. Dia menatap Tatsuya dengan intens. Entah apa arti tatapan sekilas itu, lalu membawa Yuna pergi dari tempat Tatsuya berdiri, membuat Tatsuya kecewa karena kata-katanya terpotong gara-gara kedatangannya. Dia tidak suka dengan kedatangan Ryuichi yang merusak suasa tadi.
Ryuichi terus berjalan menggandeng tangan Yuna tanpa mengatakan sepatah katapun. Yuna bingung dengan perubahan sikap Ryuichi yang sepertinya tidak suka dirinya bersama Tatsuya. Ryuichi tiba-tiba berhenti di lorong dan membuat Yuna menyender di dinding. Tangan Ryuichi masih memegang tangan Yuna. Wajahnya sangat dekat Yuna dengan tatapan yang sulit diartikan. Yang jelas ada seklebat rasa marah yang sempat terbaca oleh Yuna. Dia jadi sangat gugup dengan wajah di depan matanya yang begitu dekat. Membuatnya kehilangan kata-kata.
"Bodoh. Kenapa kamu mempertahankan orang tidak tau perasaan seperti dia? Apakah ini alasan setiap kutemukan kamu sedang menangis saat itu? Aku mendengar semua yang dia katakan."kata Ryuichi dengan nada menekan.
"Aku.. aku tidak tau kenapa aku bisa bertahan. Aku hanya mencintainya."jawab Yuna masih gugup.
"Aku hargai itu. Tapi apa kamu masih menyukainya? Jika dia menyatakan cinta apa kamu akan merasa bahagia? Bagaimana jika dia hanya mempermainkanmu?" tanya Ryuichi bertubi-tubi.
"Ryuichi-kun kenapa seperti ini?"kata Yuna yang justru balik bertanya. Dia jadi sangat gugup.
"Maaf. Aku terlalu terbawa emosi. Aku hanya tidak suka Tatsuya mempermainkan perasaanmu."kata Ryuichi setelah mampu mengendalikan emosinya. Dia segera melepaskan genggamannya dan menjauhkan wajahnya. Dia menarik tangan Yuna dan berjalan membawa Yuna keluar kampus tanpa sepatah kata pun.
"Ryuichi-kun..? Kenapa dia khawatir dengan perasaanku? Bukankah aku hanya temannya? Dan kenapa dia menatap Tatsuya-kun dengan tatapan aneh? Seperti tatapan tidak suka. Yang barusan kudengar dari Tatsuya-kun, apakah itu artinya dia mulai menyadari perasaanku? Tapi kenapa aku tidak merasa senang saat Tatsuya mengatakan itu semua dan meminta maaf padaku? Seolah cinta itu telah kubuang jauh hingga aku lupa betapa banyak perjuanganku untuk bertahan demi dia. Tapi kenapa perasaanku biasa saja? Mungkinkah cinta untuknya memang sudah pergi?"kata Yuna dalam hati atas perasaan yang sedang berkecamuk memenuhi pikirannya.
~To be continue
#Writter Note
Hai minna.. kembali lagi di November Rain part 2 ;)
Terimakasih sudah mampir di blogku ^_^
Maaf jika ada banyak kesalahan dan typo yang masih bertebaran :D
Tunggu kelanjutan ceritanya di Part 3 yaaa :)
Melin
Minggu, 22 November 2015
Senin, 16 November 2015
November Rain
NOVEMBER RAIN
by Melin
Genre : romance,friendship,etc
Selamat Membaca :)
"Saat-saat yang paling kutunggu adalah kamu mengucapkan Selamat Ulang Tahun dan Mendo'akanku. Tapi ternyata kamu tidak muncul dimana pun hingga harinya berakhir. Apa kamu sangat sibuk? Kuharap kamu tidak lupa tahun depan.."
Lamunan Yuna terpecah saat seseorang datang menghampirinya. Seorang laki-laki bertubuh atletis itu mendekat dengan seribu tanya di benak Yuna. Siapa dan mau apa dia?
"Hei.. tidak baik berlama-lama disini. Apa kamu tidak sadar jam berapa sekarang? Jam kuliah sudah berakhir dua jam lalu."kata laki-laki itu.
"Aku.. hanya sedang mengerjakan tugas."jawab Yuna sekenanya.
"Tugas apa yang kamu kerjakan hanya dengan menggenggam ponsel dan memangku buku sambil melamun? Sudahlah. Cepat pulang dan buang jauh-jauh patah hatinya."tambah laki-laki itu lagi.
"Siapa kamu? Tidak usah sok tau tentang aku."jawab Yuna sedikit ketus karena merasa lamunanya terganggu.
"Itu hanya terlihat jelas kalau kamu memang sedang sakit hati. Dasar aneh. Aku cuma mengingatkan saja kok."kata laki-laki itu datar sambil berlalu pergi.
"Uhh!! Disaat aku sensi begini kenapa harus ada orang aneh dan sok peduli sih?"gerutu Yuna yang akhirnya pergi meninggalkan kampus.
***
Tangis Yuna benar-benar pecah setelah melihat Tatsuya bersama seorang perempuan cantik di taman kampus. Mereka terlihat sangat akrab sambil ngobrol ringan dengan seabrek kertas dihadapan mereka.
"Ini ya yang membuatmu berubah, Tatsuya-kun? Bahkan pesan dan telepon yang seharusnya dijawab pun kau abaikan.."gumam Yuna sambil mengurungkan niatnya pergi ke taman. Dia hanya terduduk lesu di meja baca di perpustakaan sekarang. Lagi-lagi Yuna meneteskan air matanya.
"Tatsuya-kun kenapa jadi seperti ini? Kemana Tatsuya yang sangat peduli padaku?"teriak Yuna dalam benaknya. Tangis Yuna terhenti setelah mendengar suara seseorang disebelahnya.
"Jangan nangis di sini dong.. Aku sangat terganggu." kata orang disebelahnya sambil menengok ke meja baca tempat Yuna terduduk. Dia yang baru sadar disebelahnya ada orang langsung menghentikan tangisnya dan meminta maaf. Tapi dia kaget saat melihat orang yang memprotesnya adalah orang yang kemarin mengingatkannya pulang saat Yuna menangis karena Tatsuya. Keduanya sama-sama kaget saat tau mereka pernah bertemu sebelumnya.
"Oh. Kamu lagi?"tanya Yuna meyakinkan.
"Oh masih sakit hati ternyata."kata laki-laki itu sambil kembali fokus dengan buku di hadapannya. Yuna yang mendengarnya mendengus kesal dan kemudian pergi ke kantin. Lagi-lagi dia melihat Tatsuya. Kali ini dia sedang berkumpul dengan teman-temannya. Tatsuya melihat Yuna tapi kemudian kembali mengobrol dengan teman-teman. Membuat Yuna semakin jengkel saja. Dia mengurungkan niatnya untuk makan dan menuju ruang kuliah sahabatnya, Shiori dan Akemi. Dengan wajahnya yang tak bersemangat dia mulai menceritakan kesedihannya.
"Aku akan menyerah dengan perasaanku yang berlebihan ini. Aku tak sanggup lagi mempertahankan ini semua. Aku akan berhenti mengejar Tatsuya."ungkap Yuna mulai menangis. Kali ini keras sekali sampai seisi kelas tertuju pada Yuna. Akemi dan Shiori langsung membungkam mulut sahabatnya dan mengatakan pada mereka bahwa itu bukan apa-apa. Yuna mulai mengecilkan volume tangisnya.
"Heh?? Bagaimana bisa kamu menyerah di pertengahan?" tanya Akemi.
"Benar. Apalagi kamu sudah memulai misi ini semenjak kelas 2 SMA. Pikirkan sekali lagi."tambah Shiori meyakinkan.
"Aku tidak mau lagi. Tatsuya hanya mempermainkan perasaanku. Dia hanya pura-pura menyukaiku."ucap Yuna yang sesekali memghapus air mata.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Ada apa dengan Tatsuya?"tanya Shiori penasaran.
"Tatsuya-kun tidak mau melihatku lagi. Dia bahkan acuh saat melihatku. Dia juga tidak mengingat hari ulang tahunku."jawab Yuna dengan kecewa.
"Sepertinya kamu salah langkah. Apa yang kamu katakan sebelumnya hingga dia acuh? Apa maksudnya kalau dia juga pernah bilang dia menyukaimu?"tanya Akemi yang ikut terbawa emosi.
"Aku tidak tau. Aku hanya tidak bisa berhenti mencintainya."jawab Yuna jujur.
"Apa tidak sebaiknya kamu temui dia langsung dan menayakan hubungan kalian?"usul Shiori.
"Entahlah.. Dia selalu sibuk dengan kegiatan klubnya."jawab Yuna sambil menopang dagunya dan berwajah murung.
***
Sore itu seusai jam kuliah Yuna tidak sengaja bertemu Tatsuya yang berjalan menuju ke arahnya. Tapi ternyata dia hanya lewat tanpa melirik Yuna sedikitpun. Membuat Yuna bingung dan mulai mengekor di belakangnya.
"Tatsuya-kun apa yang terjadi? Apa yang salah ? Kenapa kamu seperti ini?"tanya Yuna sambil terus berjalan dibelakang Tatsuya.
"Tidak ada yang salah. Memangnya ada apa?"jawab Tatsuya enteng.
"Kamu.. bukankah kamu bilang kamu menyukaiku. Tapi kenapa kamu jadi diam padaku?"tanya Yuna dengan nada tertekan.
"Ya.. Aku menyukaimu. Aku hanya sedang sibuk, dan kamu tau."tegas Tatsuya.
"Tapi kenapa Tatsuya tidak mau bicara padaku?"tanya Yuna kurang puas dengan jawaban Tatsuya.
"Sudah kubilang aku sibuk. Apa tidak cukup jelas?"jawab Tatsuya kesal.
"Aku hanya khawatir.. Karena aku menyukai Tatsuya."jawab Yuna yang tidak tahan lagi membendung air matanya.
"Aku hanya bilang aku menyukaimu. Apakah ini membuatmu salah paham?"tanya Tatsuya memperjelas.
"Aku pikir kamu tidak melupakan janjimu agar aku menjadi dekat denganmu lebih dari temanmu. Aku berusaha untuk Tatsuya-kun hingga aku yakin akan perasaanku yang makin tumbuh padamu.Tapi kenapa kamu jadi seperti ini?"tanya Yuna yang hatinya jadi kalut.
"Hal yang aku perkirakan benar terjadi. Seolah aku memberikan harapan palsu untukmu. Tidak kah kamu bisa melihat situasi?"papar Tatsuya.
"Aku tidak pernah berfikir kamu memberiku harapan palsu. Aku hanya tidak mau diperlakukan asing oleh Tatsuya seperti ini. Setidaknya jawablah telfonku atau pesanku"ungkap Yuna.
"Baiklah. Aku mengerti. Sekarang carilah orang lain yang bisa meluangkan waktu lebih banyak untukmu. Lupakan saja janjiku jika itu hanya membuatmu khawatir dan menjadi alasan setiap kamu menangis."jawab Tatsuya yang kali ini sudah mulai meninggikan suaranya.
"Bukan begitu. Aku hanya ingin kamu seperti biasanya meskipun sangat sibuk. Tolong jangan bilang seperti ini. Aku sangat mencintaimu."pinta Yuna yang kini menangis.
"Jangan pernah mencintai berlebihan. Sekarang buang saja cintamu jika hanya membuat hidupmu menderita. Jangan mencintaiku lagi. Bukankah aku kejam karena mengabaikanmu?"kata Tatsuya yang mulai tidak dapat mengontrol emosinya.
"Tolong jangan seperti ini. Aku..."suara Yuna terpotong oleh kata-kata Tatsuya.
"Aku sudah selesai bicara."sanggah Tatsuya yang melenggang pergi dengan emosi yang masih membakarnya.
Yuna tidak dapat menahan Tatsuya untuk mendengarkan penjelasaannya. Dia berusaha tegar dan menahan airmata.
"Apa? Apa yang barusan dikatakan Tatsuya-kun padaku? Apakah selama ini aku salah paham kalau dekat lebih dari temannya berarti aku harus menjadi pacar Tatsuya? Ah! Aku sungguh bodoh. Bukankah sahabat adalah hubungan yang lebih dari teman? Dan kini aku tak lagi bisa menjadi apa pun darinya? Aku sudah terlanjur dibenci kan oleh Tatsuya?"gumam Yuna sambil berlalu pergi dengan segenap pertanyaan dan kekesalan pada dirinya yang terlalu bodoh memahami perasaan Tatsuya.
Yuna langsung pulang ke rumahnya dengan perasaan kacau. Dia hanya mengurung dirinya di kamar dengan sebuah gadget yang sedang serius dihadapnya. Entah apa yang dia lakukan untuk mengatasi suasana hatinya yang tiba-tiba menjadi sangat down. "Ya. Ini memang hanya kebodohanku. Aku terlalu bodoh untuk menilai kebaikan dan perasaan Tatsuya. Sekarang berakhir sudah aku dan Tatsuya. Bahkan sekarang aku tak bisa lagi menjadi temannya karena dia telah membenciku."gumam Yuna dalam hati seraya memejamkan mata menahan sakit di dadanya.
***
Yuna tak bersemangat sedikitpun untuk mengikuti jam kuliah hari ini. Bahkan dengan 2 sahabatnya pun dia tidak seceria dan secerewet biasanya. Yuna hanya bilang suasana hatinya sedang jelek. Saat di kantin pun Yuna lebih konsen dengan makanannya dan selalu makan dengan porsi lebih banyak dari biasanya yang serba pedas. Shiori dan Akemi yang melihatnya hanya bisa geleng kepala saat melihat Yuna makan dengan sangat cepat dengan porsi besar. Mereka tau Yuna sedang stres dan membiarkannya melampiaskan dengan makanan daripada harus melihat sahabatnya menangis.
Saat pulang kuliah pun dia tidak bergabung dengan sahabatnya dan teman-teman yang lain. Yuna memilih pulang sendirian. Tidak lama kemudian sampailah Yuna di taman dekat komplek rumahnya. Dia hanya terduduk dengan tatapan nanar. Dalam hatinya dia masih bersedih dengan kata-kata Tatsuya kemarin. Dengan sangat hati-hati dia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah diary miliknya kini mulai dibukanya lembar demi lembar. Dan mulai basahlah diary itu dengan air mata beningnya.
"Selama ini.. aku hanya memiliki perasaan yang berlebihan padamu, ya? Bahkan kau sampai menjauh gara-gara aku mencintaimu. Bahkan kamu marah saat aku menanyakan apa yang terjadi padamu. Ya. Aku memang hanya perempuan tidak peka saat menilai kebaikanmu. Yang salah paham untuk mencintaimu. Sungguh jika ini hanya membuat kita semakin jauh aku tak akan melakukan ini semua. Biar bagaimana pun kamu adalah orang yang baik. Dan aku hanya tidak bisa menahan rasa yang tumbuh setiap harinya. Aku tidak tau apa alasan aku memilihmu. Aku hanya mencintaimu dan berharap kamu juga mencintaiku. Tapi ternyata kamu justru membenciku karena ini. Aku tidak menyangka aku bisa jatuh hati pada orang yang tidak menghargai perasaanku sama sekali. Aku sudah menyerah dengan kerasnya hatimu. Hanya saja aku sok kuat dengan perasaanku. Dan jika tanpaku kamu akan bahagia, aku rela mengorbankan perasaan ini. Tapi kumohon jadikanlah aku temanmu. Setidaknya aku tenang jika cintaku ditolak secara baik meski harus patah hati. Semoga kamu akan jauh lebih bahagia tanpaku.."gumam Yuna panjang lebar dalam hatinya seraya mengunci diary itu rapat-rapat dan melemparkan kunci diarynya jauh-jauh. Tidak lama kemudian Yuna sudah memasukkan diary itu ke dalam tasnya dan beranjak pergi. Mulai saat ini Yuna berusaha melepas perasaannya pada satu-satunya laki-laki yang dicintainya. Dengan bekas sembab dimatanya Yuna berusaha tersenyum kembali dan bertekad bangkit dari keterpurukannya setelah patah hati. "Aku berhak bahagia"ucap Yuna dengan senyum tipis di bibirnya.
***
Semenjak hari penguncian diary, Yuna jadi sangat berubah. Dia lebih sibuk belajar dan menghabiskan waktu luangnya bersama teman dan sahabatnya. Bahkan dia sudah ceria kembali dan sekarang Yuna lebih memperhatikan penampilannya agar terlihat lebih feminim. Sebelumnya Yuna memang memiliki penampilan yang polos dan masih terkesan seperti anak SMA.
***
Di suatu sore saat libur kuliah, Yuna sedang sibuk di kamarnya mengemasi foto-foto kenangan bersama Tatsuya-kun. Tak lupa ia menaruh diary yang telah terkunci bersama foto-foto itu dalam satu kotak dan menaruhnya di lemari paling bawah. "Semua ini sudah berlalu. Dan aku harus tetap bahagia tanpanya."ucap Yuna tersenyum.
Karena berniat memodifikasi kamarnya, Yuna butuh pernak-pernik dan stiker. Dia bergegas menuju toko accessoris langganannya. Dengan santai Yuna berjalan sambil bernyanyi kecil. Langit sudah agak mendung. Di tengah perjalanan tiba-tiba hujan turun. Yuna yang tidak membawa payung bergegas meneduh di bawah pohon. Dia menggerutu akan prediksinya yang yakin bahwa hujan tak akan turun secepat ini. Ternyata disana ada seseorang yang berteduh juga.
"Mau ikut denganku?"tanya seseorang di sebelahnya yang kemudian membuka topi jaketnya. Yuna yang seketika menoleh dan menjadi kaget saat melihat laki-laki disebelahnya.
"Kau? Lagi?"tanya Yuna meyakinkan. Laki-laki disebelahnya hanya menengok dengan ekspresi datar.
"Bukankah kau yang waktu itu protes di perpustakaan? Apa yang sedang kamu lakukan disini?"tanya Yuna berselidik.
"Hujan semakin deras. Kamu mau ikut atau tetap kehujanan disini?"tanya laki-laki itu mengalihkan pembicaraan sambil mengangkat payungnya dan akan beranjak pergi. Yuna yang memang tidak punya pilihan lain akhirnya memilih ikut dengan laki-laki itu. Yuna yakin dia bukan orang jahat dan hanya sedikit dingin. Dia berjalan disampingnya, dibawah payung yang dipegang laki-laki itu.
"Ngomong-ngomong siapa namamu? Bukankah ini bukan kali pertama kita bertemu?"tanya Yuna penasaran.
"Haruskah kita berkenalan, Yuna-san?"ucap laki-laki itu bertanya balik.
"Ehh?? Bagaimana kau tau namaku?"tanya Yuna kaget.
"Tidak penting. Sekarang kamu mau pergi kemana? Biar ku antar."kata laki-laki itu mengalihkan pembicaraan.
"Ah. Mungkin kamu adalah pengagum rahasiaku kan? Makanya diam-diam kamu memperhatikanku."tebak Yuna kepedean.
"Mana mungkin. Apa yang harus kukagumi dari orang cengeng. Aku hanya mendengar teman-temanmu ribut saat kamu menangis."jawab laki-laki itu kesal.
"Ah itu sangat memalukan. Maaf pasti membuatmu terganggu."ucap Yuna malu-malu.
"Sangat terganggu."jawab laki-laki itu menegaskan. Yuna hanya bersungut-sungut mendengar jawaban itu. Sampailah laki-laki itu di depan sebuah toko. Yuna hanya bisa kaget saat tau ini adalah toko yang akan didatanginya.
"Bagaimana kamu tau aku mau kesini?"tanya Yuna heran.
" Aku akan membeli sesuatu di sini. Oh iya namaku Ryuichi."kata laki-laki itu sambil melipat payung dan bergegas ke toko bersama Yuna. Setelah memilih dan membayar barang yang di inginkan mereka keluar dengan barang bawaan masing-masing.
"Apa kita harus minum di cafe sambil menunggu hujannya reda?"tawar Ryuichi pada Yuna yang mulai kedinginan.
"Tidak. Terimakasih. Aku akan langsung pulang."tolak Yuna atas tawaran Ryuichi.
"Kalau begitu akan kuantarkan sampai rumah."tawar Ryuichi.
"Bagaimana ya? Aku tidak mau merepotkan. Lagipula rumahku tak jauh dari sini.Aku bisa menunggu hujannya reda."jawab Yuna bingung karena merasa merepotkan orang yang baru dikenalnya.
"Baiklah. Aku akan pergi duluan. Kamu pakai saja payung ini."kata Ryuichi sambil memberikan payungnya untuk Yuna. Dia memgenakan kembali topi jaketnya untuk melindungi kepala dari guyuran hujan dan pergi. Yuna bengong dengan sikap Ryuichi. Di sisi lain dia tidak enak hati karena Ryuichi malah pergi menerobos hujan.
"Ryuichi-kun.. Tunggu!"panggil Yuna yang kemudian mengejarnya dibawah hujan. Ryuichi yang mendengar namanya dipanggil berhenti dan heran Yuna malah menyusulnya.
"Aku pulang sekarang saja. Tolong antarkan aku."pinta Yuna sambil memberikan payung pada Ryuichi.
"Sangat labil. Semua perempuan memang sama."jawab Ryuichi kesal. Yuna hanya tersenyum malu.
"Aku tidak mau Ryuichi-kun sakit gara-gara menolongku."kata Yuna membela diri.
"Aku tidak selemah itu."jawab Ryuichi dingin. Yuna tak bisa mengelak lagi dan diam. Mereka kemudian berjalan berdampingan. Hujan semakin deras membuat mereka kembali berteduh di halte yang mereka lewati.
"Sudah kubilang pakai saja payung ini dan pulang. Beginilah jadinya."sesal Ryuichi yang melihat baju Yuna basah karena hujan..
"Tapi kamu juga akan kehujanan jika tidak memakai payung. Supaya adil tidak apa-apa seperti ini."jawab Yuna meyakinkan keputusannya tidak fatal. Padahal dia mulai menggigil karena baju yang dikenakannya sudah basah. Ryuichi melihatnya dan berinisiatif melepas jaket tebalnya untuk Yuna.
"Aku tidak mau berurusan terlalu panjang jika kamu demam karena kedinginan. Pakailah. setidaknya bagian dalam jaket ini bisa menghangatkanmu."kata Ryuichi sambil menyelimutkan jaketnya untuk Yuna dan mengajaknya berjalan kembali. Setelah mengantar sampai depan rumah Yuna, Ryuichi langsung pulang . Yuna mengucapkan terimakasih pada Ryuichi dan masuk ke rumahnya.
***
Malam harinya Yuna mulai memodifikasi dinding kamarnya dengan bingkai foto dan stiker dengan dominan warna pink dan krem. Setelah menghias dinding dengan stiker anime kesayangannya, memajang foto-foto baru dengan sahabat-sahabatnya dan juga segala hal yang berkaitan dengan hobinya, kini dia mulai mengganti posisi meja belajar dan tempat tidurnya senyaman mungkin. Buku dan segala alat tulisnya juga dia atur serapi mungkin. Beberapa jam kemudian semuanya beres. Yuna terbaring sambil melihat suasana kamarnya menjadi lebih elegan. Suara ponsel mengagetkan Yuna saat dia masih terbawa suasana kamarnya. Yuna mencari-cari sumber suara itu karena jelas bunyi ponselnya berbeda dari miliknya. Suara itu datang dari jaket milik Ryuichi yang dipinjamkannya tadi sore. Yuna mencarinya di saku jaket dan benar saja ada panggilan masuk di ponsel itu. "Panggilan dari Me? Apa itu nomor Ryuichi yang lain?"kata Yuna yang masih ragu. Tapi akhirnya dia mengangkat telfon. Terdengar suara Ryuichi dari seberang telfon. "Apa kamu terbangun karena telfonku?"tanya Ryuichi menyelidik.
"Tidak. Aku belum tidur. Maaf aku baru sadar ponselmu ada disini."kata Yuna merasa bersalah karena tidak mengecek saku jaket sebelum menggantungnya tadi sore.
"Sudahlah. Aku juga lupa mengambilnya waktu mengantarmu. Aku akan mengambilnya besok. Mengerti?"tanya Ryuichi lega.
"Iya. Aku mengerti."sahut Yuna meyakinkan. Tidak lama kemudian Ryuichi menutup telfonnya.
Yuna meletakkan ponsel Ryuichi di tempat tidurnya. Dia masih bertanya-tanya. "Kenapa aku jadi berdebar mendengar suara Ryuichi ya? Apa yang salah? Apa mungkin aku menyukainya? Ah tidak. Tidak benar. Aku hanya teman barunya. Tapi.. kenapa Ryuichi-kun peduli padaku ya?"gumam Yuna sambil memandang jaket Ryuichi.
~Bersambung..
#Writter's Note
Hai minna-san.. Selamat datang di blogku :)
Aku lagi suka jejepangan jadi kucoba pake nama tokoh berbau negeri sakura itu ^_^
Gomen kalo ada banyak kekurangan yaa..
Ditunggu kritik dan sarannya ^_^
~Melin
by Melin
Genre : romance,friendship,etc
Selamat Membaca :)
"Saat-saat yang paling kutunggu adalah kamu mengucapkan Selamat Ulang Tahun dan Mendo'akanku. Tapi ternyata kamu tidak muncul dimana pun hingga harinya berakhir. Apa kamu sangat sibuk? Kuharap kamu tidak lupa tahun depan.."
Lamunan Yuna terpecah saat seseorang datang menghampirinya. Seorang laki-laki bertubuh atletis itu mendekat dengan seribu tanya di benak Yuna. Siapa dan mau apa dia?
"Hei.. tidak baik berlama-lama disini. Apa kamu tidak sadar jam berapa sekarang? Jam kuliah sudah berakhir dua jam lalu."kata laki-laki itu.
"Aku.. hanya sedang mengerjakan tugas."jawab Yuna sekenanya.
"Tugas apa yang kamu kerjakan hanya dengan menggenggam ponsel dan memangku buku sambil melamun? Sudahlah. Cepat pulang dan buang jauh-jauh patah hatinya."tambah laki-laki itu lagi.
"Siapa kamu? Tidak usah sok tau tentang aku."jawab Yuna sedikit ketus karena merasa lamunanya terganggu.
"Itu hanya terlihat jelas kalau kamu memang sedang sakit hati. Dasar aneh. Aku cuma mengingatkan saja kok."kata laki-laki itu datar sambil berlalu pergi.
"Uhh!! Disaat aku sensi begini kenapa harus ada orang aneh dan sok peduli sih?"gerutu Yuna yang akhirnya pergi meninggalkan kampus.
***
Tangis Yuna benar-benar pecah setelah melihat Tatsuya bersama seorang perempuan cantik di taman kampus. Mereka terlihat sangat akrab sambil ngobrol ringan dengan seabrek kertas dihadapan mereka.
"Ini ya yang membuatmu berubah, Tatsuya-kun? Bahkan pesan dan telepon yang seharusnya dijawab pun kau abaikan.."gumam Yuna sambil mengurungkan niatnya pergi ke taman. Dia hanya terduduk lesu di meja baca di perpustakaan sekarang. Lagi-lagi Yuna meneteskan air matanya.
"Tatsuya-kun kenapa jadi seperti ini? Kemana Tatsuya yang sangat peduli padaku?"teriak Yuna dalam benaknya. Tangis Yuna terhenti setelah mendengar suara seseorang disebelahnya.
"Jangan nangis di sini dong.. Aku sangat terganggu." kata orang disebelahnya sambil menengok ke meja baca tempat Yuna terduduk. Dia yang baru sadar disebelahnya ada orang langsung menghentikan tangisnya dan meminta maaf. Tapi dia kaget saat melihat orang yang memprotesnya adalah orang yang kemarin mengingatkannya pulang saat Yuna menangis karena Tatsuya. Keduanya sama-sama kaget saat tau mereka pernah bertemu sebelumnya.
"Oh. Kamu lagi?"tanya Yuna meyakinkan.
"Oh masih sakit hati ternyata."kata laki-laki itu sambil kembali fokus dengan buku di hadapannya. Yuna yang mendengarnya mendengus kesal dan kemudian pergi ke kantin. Lagi-lagi dia melihat Tatsuya. Kali ini dia sedang berkumpul dengan teman-temannya. Tatsuya melihat Yuna tapi kemudian kembali mengobrol dengan teman-teman. Membuat Yuna semakin jengkel saja. Dia mengurungkan niatnya untuk makan dan menuju ruang kuliah sahabatnya, Shiori dan Akemi. Dengan wajahnya yang tak bersemangat dia mulai menceritakan kesedihannya.
"Aku akan menyerah dengan perasaanku yang berlebihan ini. Aku tak sanggup lagi mempertahankan ini semua. Aku akan berhenti mengejar Tatsuya."ungkap Yuna mulai menangis. Kali ini keras sekali sampai seisi kelas tertuju pada Yuna. Akemi dan Shiori langsung membungkam mulut sahabatnya dan mengatakan pada mereka bahwa itu bukan apa-apa. Yuna mulai mengecilkan volume tangisnya.
"Heh?? Bagaimana bisa kamu menyerah di pertengahan?" tanya Akemi.
"Benar. Apalagi kamu sudah memulai misi ini semenjak kelas 2 SMA. Pikirkan sekali lagi."tambah Shiori meyakinkan.
"Aku tidak mau lagi. Tatsuya hanya mempermainkan perasaanku. Dia hanya pura-pura menyukaiku."ucap Yuna yang sesekali memghapus air mata.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Ada apa dengan Tatsuya?"tanya Shiori penasaran.
"Tatsuya-kun tidak mau melihatku lagi. Dia bahkan acuh saat melihatku. Dia juga tidak mengingat hari ulang tahunku."jawab Yuna dengan kecewa.
"Sepertinya kamu salah langkah. Apa yang kamu katakan sebelumnya hingga dia acuh? Apa maksudnya kalau dia juga pernah bilang dia menyukaimu?"tanya Akemi yang ikut terbawa emosi.
"Aku tidak tau. Aku hanya tidak bisa berhenti mencintainya."jawab Yuna jujur.
"Apa tidak sebaiknya kamu temui dia langsung dan menayakan hubungan kalian?"usul Shiori.
"Entahlah.. Dia selalu sibuk dengan kegiatan klubnya."jawab Yuna sambil menopang dagunya dan berwajah murung.
***
Sore itu seusai jam kuliah Yuna tidak sengaja bertemu Tatsuya yang berjalan menuju ke arahnya. Tapi ternyata dia hanya lewat tanpa melirik Yuna sedikitpun. Membuat Yuna bingung dan mulai mengekor di belakangnya.
"Tatsuya-kun apa yang terjadi? Apa yang salah ? Kenapa kamu seperti ini?"tanya Yuna sambil terus berjalan dibelakang Tatsuya.
"Tidak ada yang salah. Memangnya ada apa?"jawab Tatsuya enteng.
"Kamu.. bukankah kamu bilang kamu menyukaiku. Tapi kenapa kamu jadi diam padaku?"tanya Yuna dengan nada tertekan.
"Ya.. Aku menyukaimu. Aku hanya sedang sibuk, dan kamu tau."tegas Tatsuya.
"Tapi kenapa Tatsuya tidak mau bicara padaku?"tanya Yuna kurang puas dengan jawaban Tatsuya.
"Sudah kubilang aku sibuk. Apa tidak cukup jelas?"jawab Tatsuya kesal.
"Aku hanya khawatir.. Karena aku menyukai Tatsuya."jawab Yuna yang tidak tahan lagi membendung air matanya.
"Aku hanya bilang aku menyukaimu. Apakah ini membuatmu salah paham?"tanya Tatsuya memperjelas.
"Aku pikir kamu tidak melupakan janjimu agar aku menjadi dekat denganmu lebih dari temanmu. Aku berusaha untuk Tatsuya-kun hingga aku yakin akan perasaanku yang makin tumbuh padamu.Tapi kenapa kamu jadi seperti ini?"tanya Yuna yang hatinya jadi kalut.
"Hal yang aku perkirakan benar terjadi. Seolah aku memberikan harapan palsu untukmu. Tidak kah kamu bisa melihat situasi?"papar Tatsuya.
"Aku tidak pernah berfikir kamu memberiku harapan palsu. Aku hanya tidak mau diperlakukan asing oleh Tatsuya seperti ini. Setidaknya jawablah telfonku atau pesanku"ungkap Yuna.
"Baiklah. Aku mengerti. Sekarang carilah orang lain yang bisa meluangkan waktu lebih banyak untukmu. Lupakan saja janjiku jika itu hanya membuatmu khawatir dan menjadi alasan setiap kamu menangis."jawab Tatsuya yang kali ini sudah mulai meninggikan suaranya.
"Bukan begitu. Aku hanya ingin kamu seperti biasanya meskipun sangat sibuk. Tolong jangan bilang seperti ini. Aku sangat mencintaimu."pinta Yuna yang kini menangis.
"Jangan pernah mencintai berlebihan. Sekarang buang saja cintamu jika hanya membuat hidupmu menderita. Jangan mencintaiku lagi. Bukankah aku kejam karena mengabaikanmu?"kata Tatsuya yang mulai tidak dapat mengontrol emosinya.
"Tolong jangan seperti ini. Aku..."suara Yuna terpotong oleh kata-kata Tatsuya.
"Aku sudah selesai bicara."sanggah Tatsuya yang melenggang pergi dengan emosi yang masih membakarnya.
Yuna tidak dapat menahan Tatsuya untuk mendengarkan penjelasaannya. Dia berusaha tegar dan menahan airmata.
"Apa? Apa yang barusan dikatakan Tatsuya-kun padaku? Apakah selama ini aku salah paham kalau dekat lebih dari temannya berarti aku harus menjadi pacar Tatsuya? Ah! Aku sungguh bodoh. Bukankah sahabat adalah hubungan yang lebih dari teman? Dan kini aku tak lagi bisa menjadi apa pun darinya? Aku sudah terlanjur dibenci kan oleh Tatsuya?"gumam Yuna sambil berlalu pergi dengan segenap pertanyaan dan kekesalan pada dirinya yang terlalu bodoh memahami perasaan Tatsuya.
Yuna langsung pulang ke rumahnya dengan perasaan kacau. Dia hanya mengurung dirinya di kamar dengan sebuah gadget yang sedang serius dihadapnya. Entah apa yang dia lakukan untuk mengatasi suasana hatinya yang tiba-tiba menjadi sangat down. "Ya. Ini memang hanya kebodohanku. Aku terlalu bodoh untuk menilai kebaikan dan perasaan Tatsuya. Sekarang berakhir sudah aku dan Tatsuya. Bahkan sekarang aku tak bisa lagi menjadi temannya karena dia telah membenciku."gumam Yuna dalam hati seraya memejamkan mata menahan sakit di dadanya.
***
Yuna tak bersemangat sedikitpun untuk mengikuti jam kuliah hari ini. Bahkan dengan 2 sahabatnya pun dia tidak seceria dan secerewet biasanya. Yuna hanya bilang suasana hatinya sedang jelek. Saat di kantin pun Yuna lebih konsen dengan makanannya dan selalu makan dengan porsi lebih banyak dari biasanya yang serba pedas. Shiori dan Akemi yang melihatnya hanya bisa geleng kepala saat melihat Yuna makan dengan sangat cepat dengan porsi besar. Mereka tau Yuna sedang stres dan membiarkannya melampiaskan dengan makanan daripada harus melihat sahabatnya menangis.
Saat pulang kuliah pun dia tidak bergabung dengan sahabatnya dan teman-teman yang lain. Yuna memilih pulang sendirian. Tidak lama kemudian sampailah Yuna di taman dekat komplek rumahnya. Dia hanya terduduk dengan tatapan nanar. Dalam hatinya dia masih bersedih dengan kata-kata Tatsuya kemarin. Dengan sangat hati-hati dia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah diary miliknya kini mulai dibukanya lembar demi lembar. Dan mulai basahlah diary itu dengan air mata beningnya.
"Selama ini.. aku hanya memiliki perasaan yang berlebihan padamu, ya? Bahkan kau sampai menjauh gara-gara aku mencintaimu. Bahkan kamu marah saat aku menanyakan apa yang terjadi padamu. Ya. Aku memang hanya perempuan tidak peka saat menilai kebaikanmu. Yang salah paham untuk mencintaimu. Sungguh jika ini hanya membuat kita semakin jauh aku tak akan melakukan ini semua. Biar bagaimana pun kamu adalah orang yang baik. Dan aku hanya tidak bisa menahan rasa yang tumbuh setiap harinya. Aku tidak tau apa alasan aku memilihmu. Aku hanya mencintaimu dan berharap kamu juga mencintaiku. Tapi ternyata kamu justru membenciku karena ini. Aku tidak menyangka aku bisa jatuh hati pada orang yang tidak menghargai perasaanku sama sekali. Aku sudah menyerah dengan kerasnya hatimu. Hanya saja aku sok kuat dengan perasaanku. Dan jika tanpaku kamu akan bahagia, aku rela mengorbankan perasaan ini. Tapi kumohon jadikanlah aku temanmu. Setidaknya aku tenang jika cintaku ditolak secara baik meski harus patah hati. Semoga kamu akan jauh lebih bahagia tanpaku.."gumam Yuna panjang lebar dalam hatinya seraya mengunci diary itu rapat-rapat dan melemparkan kunci diarynya jauh-jauh. Tidak lama kemudian Yuna sudah memasukkan diary itu ke dalam tasnya dan beranjak pergi. Mulai saat ini Yuna berusaha melepas perasaannya pada satu-satunya laki-laki yang dicintainya. Dengan bekas sembab dimatanya Yuna berusaha tersenyum kembali dan bertekad bangkit dari keterpurukannya setelah patah hati. "Aku berhak bahagia"ucap Yuna dengan senyum tipis di bibirnya.
***
Semenjak hari penguncian diary, Yuna jadi sangat berubah. Dia lebih sibuk belajar dan menghabiskan waktu luangnya bersama teman dan sahabatnya. Bahkan dia sudah ceria kembali dan sekarang Yuna lebih memperhatikan penampilannya agar terlihat lebih feminim. Sebelumnya Yuna memang memiliki penampilan yang polos dan masih terkesan seperti anak SMA.
***
Di suatu sore saat libur kuliah, Yuna sedang sibuk di kamarnya mengemasi foto-foto kenangan bersama Tatsuya-kun. Tak lupa ia menaruh diary yang telah terkunci bersama foto-foto itu dalam satu kotak dan menaruhnya di lemari paling bawah. "Semua ini sudah berlalu. Dan aku harus tetap bahagia tanpanya."ucap Yuna tersenyum.
Karena berniat memodifikasi kamarnya, Yuna butuh pernak-pernik dan stiker. Dia bergegas menuju toko accessoris langganannya. Dengan santai Yuna berjalan sambil bernyanyi kecil. Langit sudah agak mendung. Di tengah perjalanan tiba-tiba hujan turun. Yuna yang tidak membawa payung bergegas meneduh di bawah pohon. Dia menggerutu akan prediksinya yang yakin bahwa hujan tak akan turun secepat ini. Ternyata disana ada seseorang yang berteduh juga.
"Mau ikut denganku?"tanya seseorang di sebelahnya yang kemudian membuka topi jaketnya. Yuna yang seketika menoleh dan menjadi kaget saat melihat laki-laki disebelahnya.
"Kau? Lagi?"tanya Yuna meyakinkan. Laki-laki disebelahnya hanya menengok dengan ekspresi datar.
"Bukankah kau yang waktu itu protes di perpustakaan? Apa yang sedang kamu lakukan disini?"tanya Yuna berselidik.
"Hujan semakin deras. Kamu mau ikut atau tetap kehujanan disini?"tanya laki-laki itu mengalihkan pembicaraan sambil mengangkat payungnya dan akan beranjak pergi. Yuna yang memang tidak punya pilihan lain akhirnya memilih ikut dengan laki-laki itu. Yuna yakin dia bukan orang jahat dan hanya sedikit dingin. Dia berjalan disampingnya, dibawah payung yang dipegang laki-laki itu.
"Ngomong-ngomong siapa namamu? Bukankah ini bukan kali pertama kita bertemu?"tanya Yuna penasaran.
"Haruskah kita berkenalan, Yuna-san?"ucap laki-laki itu bertanya balik.
"Ehh?? Bagaimana kau tau namaku?"tanya Yuna kaget.
"Tidak penting. Sekarang kamu mau pergi kemana? Biar ku antar."kata laki-laki itu mengalihkan pembicaraan.
"Ah. Mungkin kamu adalah pengagum rahasiaku kan? Makanya diam-diam kamu memperhatikanku."tebak Yuna kepedean.
"Mana mungkin. Apa yang harus kukagumi dari orang cengeng. Aku hanya mendengar teman-temanmu ribut saat kamu menangis."jawab laki-laki itu kesal.
"Ah itu sangat memalukan. Maaf pasti membuatmu terganggu."ucap Yuna malu-malu.
"Sangat terganggu."jawab laki-laki itu menegaskan. Yuna hanya bersungut-sungut mendengar jawaban itu. Sampailah laki-laki itu di depan sebuah toko. Yuna hanya bisa kaget saat tau ini adalah toko yang akan didatanginya.
"Bagaimana kamu tau aku mau kesini?"tanya Yuna heran.
" Aku akan membeli sesuatu di sini. Oh iya namaku Ryuichi."kata laki-laki itu sambil melipat payung dan bergegas ke toko bersama Yuna. Setelah memilih dan membayar barang yang di inginkan mereka keluar dengan barang bawaan masing-masing.
"Apa kita harus minum di cafe sambil menunggu hujannya reda?"tawar Ryuichi pada Yuna yang mulai kedinginan.
"Tidak. Terimakasih. Aku akan langsung pulang."tolak Yuna atas tawaran Ryuichi.
"Kalau begitu akan kuantarkan sampai rumah."tawar Ryuichi.
"Bagaimana ya? Aku tidak mau merepotkan. Lagipula rumahku tak jauh dari sini.Aku bisa menunggu hujannya reda."jawab Yuna bingung karena merasa merepotkan orang yang baru dikenalnya.
"Baiklah. Aku akan pergi duluan. Kamu pakai saja payung ini."kata Ryuichi sambil memberikan payungnya untuk Yuna. Dia memgenakan kembali topi jaketnya untuk melindungi kepala dari guyuran hujan dan pergi. Yuna bengong dengan sikap Ryuichi. Di sisi lain dia tidak enak hati karena Ryuichi malah pergi menerobos hujan.
"Ryuichi-kun.. Tunggu!"panggil Yuna yang kemudian mengejarnya dibawah hujan. Ryuichi yang mendengar namanya dipanggil berhenti dan heran Yuna malah menyusulnya.
"Aku pulang sekarang saja. Tolong antarkan aku."pinta Yuna sambil memberikan payung pada Ryuichi.
"Sangat labil. Semua perempuan memang sama."jawab Ryuichi kesal. Yuna hanya tersenyum malu.
"Aku tidak mau Ryuichi-kun sakit gara-gara menolongku."kata Yuna membela diri.
"Aku tidak selemah itu."jawab Ryuichi dingin. Yuna tak bisa mengelak lagi dan diam. Mereka kemudian berjalan berdampingan. Hujan semakin deras membuat mereka kembali berteduh di halte yang mereka lewati.
"Sudah kubilang pakai saja payung ini dan pulang. Beginilah jadinya."sesal Ryuichi yang melihat baju Yuna basah karena hujan..
"Tapi kamu juga akan kehujanan jika tidak memakai payung. Supaya adil tidak apa-apa seperti ini."jawab Yuna meyakinkan keputusannya tidak fatal. Padahal dia mulai menggigil karena baju yang dikenakannya sudah basah. Ryuichi melihatnya dan berinisiatif melepas jaket tebalnya untuk Yuna.
"Aku tidak mau berurusan terlalu panjang jika kamu demam karena kedinginan. Pakailah. setidaknya bagian dalam jaket ini bisa menghangatkanmu."kata Ryuichi sambil menyelimutkan jaketnya untuk Yuna dan mengajaknya berjalan kembali. Setelah mengantar sampai depan rumah Yuna, Ryuichi langsung pulang . Yuna mengucapkan terimakasih pada Ryuichi dan masuk ke rumahnya.
***
Malam harinya Yuna mulai memodifikasi dinding kamarnya dengan bingkai foto dan stiker dengan dominan warna pink dan krem. Setelah menghias dinding dengan stiker anime kesayangannya, memajang foto-foto baru dengan sahabat-sahabatnya dan juga segala hal yang berkaitan dengan hobinya, kini dia mulai mengganti posisi meja belajar dan tempat tidurnya senyaman mungkin. Buku dan segala alat tulisnya juga dia atur serapi mungkin. Beberapa jam kemudian semuanya beres. Yuna terbaring sambil melihat suasana kamarnya menjadi lebih elegan. Suara ponsel mengagetkan Yuna saat dia masih terbawa suasana kamarnya. Yuna mencari-cari sumber suara itu karena jelas bunyi ponselnya berbeda dari miliknya. Suara itu datang dari jaket milik Ryuichi yang dipinjamkannya tadi sore. Yuna mencarinya di saku jaket dan benar saja ada panggilan masuk di ponsel itu. "Panggilan dari Me? Apa itu nomor Ryuichi yang lain?"kata Yuna yang masih ragu. Tapi akhirnya dia mengangkat telfon. Terdengar suara Ryuichi dari seberang telfon. "Apa kamu terbangun karena telfonku?"tanya Ryuichi menyelidik.
"Tidak. Aku belum tidur. Maaf aku baru sadar ponselmu ada disini."kata Yuna merasa bersalah karena tidak mengecek saku jaket sebelum menggantungnya tadi sore.
"Sudahlah. Aku juga lupa mengambilnya waktu mengantarmu. Aku akan mengambilnya besok. Mengerti?"tanya Ryuichi lega.
"Iya. Aku mengerti."sahut Yuna meyakinkan. Tidak lama kemudian Ryuichi menutup telfonnya.
Yuna meletakkan ponsel Ryuichi di tempat tidurnya. Dia masih bertanya-tanya. "Kenapa aku jadi berdebar mendengar suara Ryuichi ya? Apa yang salah? Apa mungkin aku menyukainya? Ah tidak. Tidak benar. Aku hanya teman barunya. Tapi.. kenapa Ryuichi-kun peduli padaku ya?"gumam Yuna sambil memandang jaket Ryuichi.
~Bersambung..
#Writter's Note
Hai minna-san.. Selamat datang di blogku :)
Aku lagi suka jejepangan jadi kucoba pake nama tokoh berbau negeri sakura itu ^_^
Gomen kalo ada banyak kekurangan yaa..
Ditunggu kritik dan sarannya ^_^
~Melin
Langganan:
Postingan (Atom)